Glitter Text Generator at TextSpace.net

Minggu, 30 Juni 2013

Keterkaitan Abnormalitas dengan Konsep Motivasi, Stres dan Gender

Nama : Rindy Chairunisa
Kelas  : 2 PA 08
Npm   : 18511041



Keterkaitan Abnormalitas dengan Konsep Motivasi, Stres dan Gender

Abnormalitas didefinisikan sebagai hal yang jarang terjadi atau penyimpangan dari kondisi rata – rata (seperti tinggi badan yang ekstrem). Menurut para ahli diantaranya Kartini Kartono (2000: 25), psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.


·   Konsep motivasi
Pada dasarnya setiap individu memiliki konsep motivasi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya . Konsep motivasi merupakan dorongan di dalam diri seseorang dalam menentukan atau melakukan tindakan . Jika seorang inidividu memiliki perilaku abnormal tentu hal tersebut berpengaruh pada konsep motivasi individu tersebut . Individu yang memiliki perilaku abnormalitas tidak dapat memenuhi tuntutan sosial yang ada di masyarakat dengan kata lain individu tersebut tidak dapat menyesuaikan dirinya . Dalam Hierarki Kebutuhan yang dikemukakan Abraham Maslow , idealnya manusia "sehat"  memiliki kebutuhan fisiologis , rasa aman , kasih sayang , penghargaan , dan aktualisasi diri  yang harus dipenuhi . Bagi orang yang "tidak sehat " bisa saja konsep motivasinya jauh seperti yang diharapkan atau tidak seperti masyarakat pada umumnya.

·   Stres
Stres dapat menjadi salah satu penyebab seseorang memiliki perilaku abnormal. Salah satunya dengan adanya perspektif VULNERABILITY – STRESS. Perspektif ini menghubungkan antara faktor biologis, psikologis dan lingkungan. Vulnerability mengacu pada satu atau sejumlah karakteristik individu yang meningkatkan peluang bagi berkembangnya suatu gangguan. Dapat berupa biologis atau psikologis. Biologis misalnya adanya kerentanan secara genetis dari orang tua, adanya abnormalitas yang diturunkan. Psikologis misalnya, orang-orang yang mempunyai keyakinan lemah terhadap agama lebih rentan terhadap munculnya depresi. Stress mengacu pada suatu kondisi lingkungan individu yang menyebabkan kesulitan. Hal itu disebut stressor. Stressor dapat berupa biologis dan psikologis. Biologis misalnya kekurangan oksigen saat kelahiran atau gizi yang buruk selama kanak-kanak dapat menyebabkan disfungsi otak. Psikologis misalnya masalah kuliah, bencana banjir, tindak kekerasan orang lain, gagal tes kerja, kematian pasangan hidup, dsb. Interaksi antara Vulnerability dan Stress dapat menyebabkan munculnya gangguan. Misalnya individu yang secara biologis rentan terhadap skizofrenia, jika diberi stressor yang tepat, maka kemungkinan untuk menjadi skizofrenia makin besar.

·   Gender
Perilaku abnormalitas yang berkaitan dengan gender salah satunya adalah bunuh diri. Bagi beberapa orang, depresi sangatlah menyakitkan, sehingga mereka terus memikirkan ide untuk melarikan diri dari siksaan yang mewarnai keseharian mereka. Orang yang sudah berada pada titik ini merasa bahwa mereka kekurangan sumber daya untuk menanggulangi permasalahan mereka. Contoh kasusnya adalah di Amerika Serikat, sekitar 32.000 orang setiap tahunnya memilih mengakhiri hidup mereka (Minino dkk., 2007). Pada umumnya, pria memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk bunuh diri dibanding wanita dengan tingkat rata-rata untuk pria dewasa lima kali lebih besar dibanding wanita. Wanita cenderung untuk melakukan usaha bunuh diri,  tetapi mereka tidak melakukan usaha tersebut dengan sepenuhnya seperti pada pria. Pada akhirnya pria lebih sering untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan menggunakan senjata dibandingkan wanita. Ketika ras diperhitungkan, pria kulit putih lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan pria bukan kulit putih.
Perilaku lainnya adalah identitas gender. Identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan perasaan dalam diri seseorang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki atau perempuan. Identitas gender ini sangat berkaitan dengan budaya, berkenaan dengan serangkaian sikap, pola perilaku, dan atribut lain yang biasanya dihubungkan dengan maskulinitas atau feminimitas. Sedangkan peran gender dalam perilaku eksternal yang merefleksikan perasaan dalam diri seorang tentang identitasnya. Gangguan identitas gender, biasanya dikenal juga dengan istilah transeksualisme, memiliki karakteristik perasaan yang menetap dalam diri seseorang tentang ketidaknyamanan memiliki jenis kelamin (biologis) mereka, dan peran gender yang sesuai dengan jenis kelamin tersebut (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1994). Gangguan ini biasanya muncul sejak masa kanak-kanak. Pada anak-anak, munculnya gangguan ini antara lain pada saat usia 2-4 tahun (Green & Blanchard, dalam Davison & Neale, 2001), yang biasanya menyertai gangguan kecemasan untuk berpisah (separation anxiety) (Bradley & Zucker, dalam Davison & Neale, 2001). Data menunjukkan bahwa gangguan identitas gender enam kali lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Zucker, Bradley, dan Sanikhani, dalam Davison & Neale, 2001).

Sumber :
Halgin P Richard dan Susan Krauss Whitbourne. 2011. Psikologi Abnormal edisi 6, buku 1. Jakarta : Salemba Humanika.

Halgin P Richard dan Susan Krauss Whitbourne. 2011. Psikologi Abnormal edisi 6, buku 2. Jakarta : Salemba Humanika.

http://www.mercubuana.ac.id/file/250313/Fakultas Psikologi/Filino Firmansyah - Psikologi Abnormal  & Psikopatolog
Flying Cute Pink Butterfly Pink Clover